Ketua KPK Firli Bahuri dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, kelompok koalisi masyarakat sipil akan tempuh jalur hukum untuk kasus dugaan pembocoran dokumen
Usai pertemuan mereka dengan jajaran Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Saut mengatakan bahwa pihak Dewas mengaku tidak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran pidana yang menyangkut Firli Bahuri.
"Sebenarnya tidak ada harapan besar yang kita bisa ambil dari penjelasan tadi, karena dia jelas bilang kalau pidana bukan di sini tempatnya. Oke, etik di sini. Kalau etik kan normatif, kasus LPS [Lili Pintauli Siregar] kemarin kita enggak bisa bikin apa-apa," ujar Saut kepada BBC Indonesia.
Oleh karena itu, pihaknya berencana akan melanjutkan pengaduan mereka ke tingkat penegak hukum. Harapannya, dugaan pelanggaran pidana tersebut dapat segera diselidiki.
"Makanya kita harus melanjutkan [laporan] ini ke Bareskrim atau Polda. Kita akan rapat dulu malam ini, kemudian kita akan memastikan melaporkan," katanya.
Meski begitu, mereka tetap menaruh harapan pada penindaklanjutan pelanggaran etik yang dilaporkan pada Dewas. Sebab, sambung Saut, mereka tetap memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas sebagai badan pengawas.
"Kami berharap kemudian mereka membukakan pintu hatinya untuk kemudian [bekerja] beyond its normal duties selama ini agar kemudian dia bisa menciptakan sebuah keadaan di mana hukum menjadi lebih adil dan bermanfaat," ungkap Saut.
Pada kesempatan yang sama, Abraham Samad ikut menekankan bahwa dugaan pembocoran dokumen itu berupa hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja Tahun Anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM.
"Yang dibocorkan Firli itu bukan sekadar surat penyelidikan, tapi dokumen hasil laporan penyelidikan. Di situ semua ada hal-hal yang sangat substansial," katanya.
Ia menambahkan jika ternyata dugaan pelanggaran pidana pembocoran dokumen itu dapat dibuktikan, maka sanksi yang dijatuhkan akan berat. Maka, jalur hukum menjadi opsi bagi mereka dalam meneruskan laporan.
"Ini yang harus didorong agar supaya Firli bisa mempertanggung jawabkan semua yang dia lakukan secara pidana. Jadi mungkin saja dia bisa lolos di etik, kalau Dewas bekerja secara etik. Tapi kali ini Firli tidak bisa lolos dari pertanggungjawaban pidana.
"Dan kalau aparat penegak hukum bekerja secara profesional maka kasus ini tidak terlalu lama untuk meningkatkan status Firli menjadi tersangka terhadap tindak pidana kebocoran dokumen," tegas Abraham.
Sebelumnya, pada Rabu (5/04), Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi isu kebocoran dokumen tersebut.
Ia membantah pimpinan membocorkan dokumen menyerupai hasil penyelidikan kasus tunjangan kinerja (tukin) di ESDM.
"Sejauh ini informasi yang kami terima, tidak benar ya seperti apa yang dituduhkan tersebut," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com.
Ali pun mengeklaim bahwa proses penyelidikan dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM sudah lewat dan selesai dan kasus itu sudah naik ke tingkat penyidikan.
"Menemukan pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Kami akan tuntaskan semua," ujar Ali.
Sementara, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata tidak membantah kebocoran dokumen tersebut.
Namun, ia menyebut dokumen yang bocor itu hanya berupa surat perintah dimulainya penyelidikan atau sprinlid. Ia mengatakan kebocoran dokumen itu tak berdampak apa-apa.
"Kasus tukin itu kan sebetulnya penyelidikan sifatnya terbuka. Jadi misalnya, saya terbitkan surat penyelidikan terbuka nih, sesuatu peristiwa yang terjadi. Saya kasih tahu memang bocor apa? Terus dampaknya apa terhadap kebocoran surat penyelidikan itu? Enggak ada sama sekali," kata Alexander kepada media pada Sabtu (8/04).